Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا ,وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ .أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: ﴿الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأَسْحَارِ﴾. ويقولُ: ﴿يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Puji dan syukur kita ucapkan pada Allah yang Maha Kuasa, berkat rahmat dan
kuasanya, Indonesia masih bertahan sampai hari ini, terlebih kita masih bisa
merayakan 79 tahun Indonesia merdeka. Pun dengan rahmat Allah kita masih
bisa berkumpul dalam masjid yang kita cintai ini dalam rangka melaksanakan
shalat Jumat.
Kedua, shalawat kepada Rasulullah saw yang telah memberikan teladan bagi kita semua bagaimana mencintai tanah air. Nabi dalam beberapa sabdanya, mempraktikkan cara mencintai tanah airnya, Makkah dan Madinah, yang beliau cintai dengan sepenuh hati.
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
Arab Latin: Allāhumma shalli wa sallim wa bārik 'alā sayyidinā Muhammadin wa 'alā ālihī wa shahbihī
Selanjutnya, sebagai khatib sudah menjadi tanggung jawab pada kami untuk mengajak diri pribadi secara khusus dan kita semua, secara umum meningkatkan takwa dan iman pada Allah SWT, agar bahagia dunia dan akhirat.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
"Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang, untuk
kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombang aksi
kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naik dan ada turunnya, tetapi
jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Sekarang [17 Agustus 1945] tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib
bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang
berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan
kuatnya,."
Itulah tulisan Bung Karno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II,
yang juga merupakan kutipan pidato yang ikonik dari proklamator Indonesia,
Soekarno, pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Pidato ini mencerminkan semangat perjuangan bangsa Indonesia
dalam meraih kemerdekaan dan mengambil kendali atas nasibnya sendiri.
Pidato ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya tekad dan semangat
untuk berdiri teguh dalam menghadapi segala tantangan yang mungkin muncul di
masa depan. Kemerdekaan adalah hasil perjuangan panjang dan tidak datang
dengan mudah, namun mempertahankan kemerdekaan dan mengarahkan bangsa ke
arah kemajuan juga memerlukan kerja keras dan dedikasi yang
terus-menerus.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Semangat untuk mengambil nasib bangsa dan tanah air dalam tangan sendiri
memang menjadi pendorong utama dalam usaha meraih kemerdekaan. Banyak
pahlawan dan tokoh-tokoh penting dari berbagai lapisan masyarakat yang
terlibat dalam upaya ini, baik melalui jalur diplomasi, politik, maupun
perlawanan fisik. Semangat tersebut tercermin dalam semboyan "Bhinneka
Tunggal Ika", yang menggambarkan keragaman bangsa Indonesia yang bersatu
dalam tujuan yang sama.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan, tetapi awal dari tanggung jawab yang lebih besar untuk membangun negara yang merdeka dan berdaulat. Bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk membangun fondasi ekonomi, sosial, dan politik yang kuat, serta menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam keragaman.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Momentum Kemerdekaan RI yang ke-79 ini adalah waktu yang tepat untuk kita
kembali merenungi kembali betapa berharganya nikmat kemerdekaan, sehingga
Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Kemerdekaan adalah
suatu anugerah yang patut disyukuri dan dirayakan oleh setiap bangsa. Di
dalamnya terkandung potensi untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dan
sejahtera. Namun, kemerdekaan juga membawa tanggung jawab besar bagi setiap
individu dalam menjaga dan mengisi ruang-ruang kemerdekaan tersebut dengan
nilai-nilai yang positif, seperti toleransi dan penghargaan terhadap
keberagaman.
Pasalnya, keragaman Indonesia sejatinya sebagai kekuatan bangsa ini.
Berdasarkan data, Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan
berbagai etnis, bahasa, agama, dan adat istiadat. Sebaliknya, keragaman ini
harus dilihat sebagai kekayaan dan kekuatan yang dapat mendorong kemajuan.
Dengan menghargai dan merayakan perbedaan ini, Indonesia dapat memanfaatkan
potensi semua warganya untuk mencapai tujuan bersama.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Pada sisi lain, toleransi juga adalah salah satu pilar utama dalam
membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Menerima perbedaan dalam
pandangan, keyakinan, dan budaya akan menciptakan iklim yang memungkinkan
berbagai kelompok untuk hidup berdampingan tanpa konflik. Pendidikan tentang
toleransi seharusnya dimulai dari usia dini, membantu generasi muda memahami
bahwa perbedaan adalah hal yang wajar dan tidak seharusnya menjadi sumber
konflik.
Islam sebagai agama yang pemeluknya lebih dari 85 persen di Indonesia, menganjurkan tentang toleransi, persamaan, dan hidup rukun. Dalam beberapa ayat dan hadis Rasulullah, dikatakan bahwa toleransi adalah nilai mendasar dalam Islam. Terlebih itu, terkait dengan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan cinta kasih. Dalam Al-Quran, sering kali disebutkan tentang pentingnya menghormati keberagaman manusia yang diciptakan oleh Allah. Surah Al-Hujurat [49]: ayat 13, Allah berfirman;
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan ayat ini berkaitan dengan penciptaan manusia. Ayat tersebut mengandung pesan bahwa manusia pertama, yakni Adam dan Hawa, diciptakan oleh Allah dari satu pasangan, seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa). Kemudian, keturunan mereka menjadi berbagai bangsa dan suku agar manusia dapat saling mengenal dan berinteraksi, tanpa merendahkan karena perbedaan latar belakang. Ibnu Katsir berkata;
وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى بَعْدَ النَّهْيِ عَنِ الْغَيْبَةِ وَاحْتِقَارِ بَعْضِ النَّاسِ بَعْضًا، مُنَبِّهًا عَلَى تَسَاوِيهِمْ فِي الْبَشَرِيَّةِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا أَيْ لِيَحْصُلَ التَّعَارُفُ بَيْنَهُمْ كُلٌّ يَرْجِعُ إِلَى قَبِيلَتِهِ،
Artinya: "Dan karena itulah Allah berfirman setelah melarang ghibah (menggunjing) dan merendahkan satu sama lain, dengan memberikan peringatan tentang kesetaraan mereka dalam kemanusiaan, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku supaya kamu saling kenal-mengenal." Artinya Agar mereka saling mengenal di antara sesamanya, masing-masing dinisbatkan kepada kabilah (suku atau bangsa)."
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Sementara itu, Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al Misbah; Pesan,
Kesan, dan Keserasian Al Qur'an, menerangkan bahwa ayat ini menggambarkan
penciptaan manusia berasal dari satu asal, yaitu Adam dan Hawa. Dari sana,
manusia menjadi beraneka ragam dalam hal keturunan, bangsa, dan suku. Tujuan
dari perbedaan-perbedaan ini adalah agar manusia bisa saling mengenal dan
membantu satu sama lain. Poin penting yang ditekankan adalah bahwa derajat
yang paling mulia di sisi Allah adalah bagi orang yang paling bertakwa di
antara manusia.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Lebih lanjut, dalam pelbagai hadits Rasulullah menjelaskan bahwa toleransi mengakar kuat dengan agama Islam. Dalam satu hadits menggarisbawahi pentingnya toleransi dalam ajaran Islam. Hadits tersebut menyampaikan bahwa agama yang paling dicintai oleh Allah adalah agama yang lurus (hanifiyah) dan toleran (sammahah). Dalam konteks ini, "hanifiyah" mengacu pada kecenderungan untuk mengikuti jalan lurus dan menghindari ekstremisme, sementara "sammahah" mengacu pada sifat toleransi dan kelembutan dalam beragama. Rasulullah bersabda;
اَحَبُّ الدِّيْنِ اِلَى اللَّهِ الْحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Artinya; "Agama yang paling dicintai di sisi Allah adalah agama yang lurus
dan toleran."
Islam mendorong umatnya untuk bersikap toleran, menghormati perbedaan, dan memahami bahwa perbedaan adalah bagian dari rancangan Allah. Hadits Nabi ini menekankan bahwa agama yang dicintai oleh Allah adalah yang mengedepankan keselarasan, lurus, dan toleran. Pada intinya, toleransi itu menghormati pendapat orang lain, sikap pihak lain, ajaran pihak lain, meskipun tak setuju dengan orang yang berbeda tersebut. Nabi menamai Islam ini dengan al hanafiyyah al samhah, ajaran agama yang lurus, tetapi penuh toleransi.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Pada sisi lain, terdapat juga hadits Rasulullah tentang pentingnya sikap toleransi, kemudahan, dan kemurahan hati dalam berinteraksi sosial, terutama dalam konteks jual beli dan penyelesaian perkara. Toleransi, kemurahan hati, dan kemudahan dalam berinteraksi dengan orang lain merupakan nilai-nilai yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ini mencerminkan pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia dan menciptakan masyarakat yang saling menghormati dan saling mendukung.
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى
Artinya: "Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang lemah lembut ketika menjual, ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara."
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Dengan demikian, di momentum 17 Agustus ini, dalam rangka memperingati momentum kemerdekaan RI ke-79, seyogianya kita mengisi kemerdekaan dengan menghargai keberagaman Indonesia. Terlebih dalam tahun politik ini, seyogianya kita terus menjaga persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Indonesia ini beragam agama, ras, dan suku, jika tidak dikelola dengan baik, maka akan berakhir dengan dampak yang buruk.
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ
لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ
لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ
بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ،
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: (وَالْعَصْرِ. إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر(
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى
الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ.